Selasa, 15 November 2016

HIDROLOGI DAS (Pengelolaan Vegetasi dan Hasil Air, dan Kualitas Air)


BAB XI

Pengelolaan Vegetasi dan Hasil Air

Adanya jenis vegetasi penutup lahan seringkali menyebabkan membesar atau mengecilnya hasil air (water yield) serta juga mempengaruhi kualitas air dilahan tersebut. Terjadinya kebakaran hutan (forest logging), perubahan jenis vegetasi, ladang berpindah atau perubahan tata guna lahan hutan menjadi lahan pertanian atau sebagainya, dikhawatirkan dapat mempengaruhi penyebaran curah hujan dan perubahan iklim mikri (setempat).
Vegetasi yang keragaman hayatinya cukup tingi dalam ekosistem DAS merupakan salah satu instrument yang mendukung kestabilan ekosistem terutama untuk melindungi permukaan tanah dari ancaman erosi yang berdampak terhadap proses sedimentasi dan longsor. Peran ekologi tersebut lebih efektif diperankan oleh jenis vegetasi hutan, sehingga keberadaan vegetasi hutan di daerah hulu, tengah dan hilir DAS menjadi prasyarat penentu kelestarian ekosistemnya. Ekosistem hulu DAS memiliki komposisi dan tingkatan vegetasi yang cukup tinggi sehingga memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menunjang fungsi lindung dan tangkapan airnya.

Pada umumnya persoalan yang terjadi dalam sumber daya air berkaitan dengan waktu dan penyebaran aliran air sebagai akibat dari perubahan kondisi tata guna lahan dan faktor meteorology yaitu curah hujan. Peranan vegetasi dalam DAS berpengaruh terhadap arah sirkulasi air dalam suatu ekosistem hutan, kerapatan penutupan tanaman baik pada lokasi cagar alam maupun pada daerah perkebunan masyarakat mampu mempertahankan kelembaban udara, selanjutnya menurunkan energi panas sehingga mengurangi hilangnya air melalui proses evaporasi dari permukaan tanah.
Beberapa pengelolaan DAS memandang bahwa hutan nerupakan pengatur aliran air (stream flow regulator) yaitu hutan dapat menyimpan air selama musim hujan dan melepaskannya pada musim kemarau. Hubungan timbal balik antara vegetasi hutan dan ketersediaan sumberdaya air pada satuan ekosistem DAS sangat berpengaruh nyata, sehingga kelestarian hutan dan komponen lingkungan disekitar daerah DAS menjadi indikasi kelestarian lingkungan yang dihasilkan, salah satunya sumberdaya air.
Kehadiran vegetasi yang dikembangkan terutama jenis yang evapotranspirasinya rendah memiliki kontribusi dalam membantu persediaan air tanah, terutama efek spons (sponge effect) yang menyerap dan menahan air hujan sehingga lebih lambat dan merata, mengurangi kecenderungan banjir pada musim hujan lebat serta melepaskan air secara terus menerus pada musim kemarau sehingga mampu menjaga kestabilan debit air di daerah hilir dan tentunya berdampak terhadap proses produksi dari berbagai industri di hilir.

Dalam rangka mendukung fungsi DAS terhadap kelestarian tata air, maka program pembangunan ekosistem hutan atau komunitas pepohonan yang berpegaruh baik terhadap tata air dan lingkungan merupakan salah alternatif yang ditempuh. Berbagai pola pendekatan yang mengarah pada kesinambungan pelestarian tata air dilakukan melalui macam bentuk pengelolaan dan penyelamatan ekosistem DAS seperti kegiatan reboisasi, penghijauan, hutan rakyat maupun pengembangan teknologi tradisional yang di miliki oleh masyarakat seperti terasering, dll.
Pengelolaan vegetasi dalam rangka pengelolaan ekosistem DAS diarahkan untuk tercapainya kondisi ekosistem hulu yang sehat dan lestari melalui terpeliharanya vegetasi sebagai komponen pendukung tata air. Perlu dipahami bahwa kerusakan daerah hulu tidak saja berdampak sektoral seperti pertanian dan kehutanan, tetapi dampak multidimensi bagi keberlangsungan proses-proses pembangunan yang berkaitan dengan sumberdaya air, seperti sektor industri, pariwisata dan kebutuhan domestik.

kondisi hidrologi dan seberapa baik 'filter' alami yang ada di DAS.
Sayangnya, apabila pencemaran sungai telah terlihat dengan jelas, maka

akan dibutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk mengatasinya.



BAB XII

Kualitas Air


Apabila kita berbicara mengenai fungsi DAS yang berkaitan dengan kualitas air, seringkali yang menjadi topik hangat adalah masalah erosi dan sedimentasi partikel tanah. Padahal, secara ekologis kerusakan kualitas air yang utama berkaitan erat dengan pencemaran karena unsur hara, pestisida, dan bahan-bahan organik yang mengurangi ketersediaan oksigen di air. Unsur-unsur yang dapat mencemari air antara lain unsur hara, logam berat seperti merkuri (Hg) yang biasanya digunakan dalam penambangan emas, arsenik (As) yang bersumber dari tanah dan terlarut dalam air tanah, kemudian bergerak dari sumber-sumber air tanah), bahan organik yang dapat terurai pada aliran air serta bahan-bahan biologi aktif (pestisida, obat obatan). Untuk mengetahui ada tidaknya bahan pencemar di aliran sungai/danau, diperlukan pengukuran khusus dan penelusuran yang rinci jenis dan asal sumber pencemaran tersebut. Sebenarnya mencegah pencemaran sebelum terjadi jauh lebih baik daripada melakukan penanggulangan setelah ada kejadian. Namun, pengambil kebijakan biasanya membutuhkan bukti nyata sebelum mereka tergerak hatinya dan terbuka matanya akan adanya resiko pencemaran. Untuk dapat melihat terjadinya pencemaran secara nyata, dibutuhkan waktu yang lama dan sangat tergantung pada curah hujan, kondisi hidrologi dan seberapa baik 'filter' alami yang ada di DAS. Sayangnya, apabila pencemaran sungai telah terlihat dengan jelas, maka akan dibutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk mengatasinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar